Tanjungpinang (cindai.id)_ Adu mulut tak terelakkan antara Ketua LSM Cindai Kepri, Edi Susanto selaku Kuasa Ahli Waris Abdul Wahid P Bin Abdul Pani Rahmat, dengan Kepala Seksi dan Pemetaan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tanjungpinang, Reza Wirawardhana, S.T beserta Kuasa Hukum Dr. Drs. H.M. Rasyid Ridho, S.H., M.H, Sukaryono, S.E., S.H.
Perdebatan antara pihak ini terjadi di lokasi pada saat pihak Kuasa Hukum Rasyid Ridho akan memasang patok batas tanah dengan saling klaim kepemilikan lahan tepatnya di kilometer 13 jalan Kijang, RT 03/ RW 11 Kelurahan Batu Sembilan, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Selasa (13/06/23).
Saat dijumpai tim media ini di lokasi kejadian KM 13 jalan Kijang, Edi Cindai (sapaan Akrab Edi Susanto) sangat menyayangkan sikap pihak BPN terkesan sembunyi-sembunyi pada saat akan memasang patok batas di lokasi tanah yang juga mereka kuasai.
“Kami sempat kaget mendapatkan kabar Sabtu sore dari teman, bahwa dihari Selasa akan ada pemasangan patok batas oleh Kuasa Hukum Rasyid Ridho didampingi oleh pihak BPN. Makanya kami datang dan memastikan meski tidak diundang,” terang Edi.
Edi juga sangat menyayangkan pihak BPN terkesan berpihak kepada pihak Rasyid Ridho. Soalnya pihak Edi sudah sering berkoordinasi dengan pihak BPN terkait masalah lahan tersebut dan sudah ada 2 kali pertemuan resmi antar pihaknya dengan BPN serta satu kali dihadiri oleh Kuasa Hukum Rasyid Ridho.
“Jangan sampai kami berasumsi, jangan-jangan pihak BPN ada main mata dengan pihak Rasyid Ridho. Kami sangat hormati arahan pihak BPN pada saat mediasi, sampai saat ini kami belum melakukan upaya hukum apapun terkait lahan kami. Apakan lagi paman kami (Abdul Wahid P. red) saat ini sedang menunaikan ibadah Haji. Tapi kenapa tiba-tiba ada pemasangan patok batas tanpa sepengetahuan kami. Kan pihak BPN tau tanah tersebut juga pernah kita ajukan pengukuran batas ulang resmi ke BPN pada 7 Februari 2023,” Jelas Edi Cindai.
Lebih lanjut Edi Cindai juga menjelaskan dugaan keberpihakan pihak BPN itu sangat dirasakan oleh pihaknya. Sebab dimana sudah ada mediasi tahap pertama yang difasilitasi oleh pihak BPN, kemudian sampai saat ini pihak Rasyid Ridho tidak bisa menunjukkan asal usul kepemilikan tanah tersebut serta dasar apa tanah tersebut menjadi sertifikat dan tidak bisa menunjukkan patok batas lama sesuai sertifikat milik Rasyid Ridho tahun 1986, malah mau memasang patok baru tanpa dasar patok lama.
“Kami ada bukti wawancara langsung dengan orang yang namanya ada di Sertifikat yang dipegang oleh pihak Rasyid Ridho. Yang bersangkutan tidak mengakui pernah memiliki lahan di lokasi tersebut dan tidak pernah menandatangani pengajuan penerbitan sertifikat, apa lagi menunjuk batas tanah serta jual beli,” sambungnya.
Masih penjelasan Edi Cindai, pihaknya sudah menjumpai beberapa pemegang Sertifikat diatas lahan tersebut, dan ke semua sertifikat merujuk kepada satu nama orang yang sudah pihaknya jumpai serta ada indikasi Sertifikat tersebut terbit diatas meja oleh pihak BPN Pekan Baru Riau pada masa itu tanpa tau objek tanahnya.
“Orang yang namanya ada di sertifikat mengaku kepada kami, dengan disaksikan pihak BPN pada saat itu, banyak yang menghubunginya untuk minta KTP serta tanda tangan hingga menawari uang hingga milyaran rupiah. Kita ada bukti rekaman video dari awal pertemuan hingga selesai,” tutup Edi.
Diketahui bahwa pihak Abdul Wahid P bin Abdul Pani Rahmat mengklaim memiliki tanah di lokasi tersebut seluas 24 hektare dibuktikan dengan surat No.01./B.S/1961 yang diterbitkan oleh Asisten Wedana Bintan Selatan pada tanggal 07 Januari 1961 serta secara terus menerus melakukan upaya peningkatan hak namun belum membuahkan hasil. Sampai saat ini, patoknya ada dan terjaga dengan baik. Serta pihak Abdul Wahid P bin Abdul Pani Rahmat akan segera lakukan upaya Hukum.
Dilain pihak, Kuasa Hukum Rasyid Ridho, Sukaryono, S.E., S.H melalui pesan singkat whatsapp kepada tim media ini saat dikonfirmasi prihal nama yang tertera di sertifikat serta sejak kapan kliennya menguasai tanah tersebut, Sukaryono tidak menjelaskannya. Malah menjelaskan prihal kliennya harus dilindungi Hukum.
“Ini sudah saya sampaikan pada saat mediasi di BPN. Bahwasanya klien saya harus dilindungi Hukum sebagai pembeli yang beritikad baik, karena transaksi kami lakukan melalui PPAT. Sebelum transaksi beberapa kali, Sertifikat juga telah dilakukan pengecekan di BPN dan tidak ada masalah sehingga proses balik nama ke Klien Kami tidak ada masalah,” balas Kuasa Hukum Rasyid Ridho.
Selanjutnya, kuasa hukum Rasyid Ridho menjelaskan terkait riwayat kepemilikan tanah oleh kliennya sudah sesuai Hukum.
“Hukum pertanahan hanya mensyaratkan alas hak berupa Akta Jual Beli (AJB) di hadapan PPAT, karena objek jual beli adalah tanah yang sudah bersertifikat dari instansi resmi BPN. Untuk memverifikasi keabsahan hak atas tanah, buku tanah pada kantor pertanahan adalah patokannya, bukan informasi simpang siur yang bisa saja oleh masyarakat dinyatakan ada sengketa (rumor) namun ternyata secara yuridis tidak ada sengketa,” tutupnya.
Dapat dijelaskan bahwa surat keterangan riwayat tanah merupakan salah satu alat bukti tertulis untuk menunjukkan kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
Kepala Kantor Pertanahan Kota Tanjungpinang, Bambang Prasongko saat dihubungi tim media ini, belum memberikan tanggapan sampai berita ini ditayangkan.
Penulis: Tim